Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun
terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Indonesia yang
merupakan negara tropis mempunyai keunggulan bahan pangan yang beranekaragam.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan karbohidrat di masa mendatang perlu
dilakukan pengkajian potensi berbagai tanaman lokal sehingga dapat dimanfaatkan
secara maksimal untuk mendukung terciptanya ketahanan pangan dan meningkatkan
perekonomian nasional.
Tanaman sumber karbohidrat utama di Indonesia
yang dikenal dan sudah berkembang adalah padi, jagung, kasava, ubi jalar, sagu
dan kentang. Sumber lain yang juga sudah dikenal tetapi pemanfaatannya belum
berkembang antara lain adalah sorgum, jewawut, jali, uwi, suweg, kimpul,
gadung, garut, ganyong, sukun, pisang muda, talas, dan masih banyak lagi.
Potensi komoditas ini untuk menggantikan atau substitusi beras dan terigu dapat
diketahui dari kesetaraan kandungan karbohidratnya atau kalorinya (Ditjen PPHP,
2012).
Selama ini pangan sumber karbohidrat yang
banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia hanyalah beras dan tepung terigu. Beras
memang memiliki keunggulan dari segi sifat fisiko-kimia dan sosial-budaya namun
juga memiliki produktivitas yang rendah. Produktivitas berkisar antara 4-6 ton
untuk padi sawah dan 1-3 ton per hektar gabah kering giling untuk padi gogo
(BPS, 2013). Bandingkan dengan singkong atau ubi jalar yang dapat mencapai
12-22 ton dan 10-15 ton per hektar (www.bps.go.id). Bahkan dengan menggunakan teknologi Balai
Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian dengan bibit unggul dan pemupukan
secara intensif singkong dan ubi jalar mampu mencapai produktivitas 20-40
ton/hektar (Bantacut, 2010). Sehingga lahan yang digunakan untuk menghasilkan
produksi umbi-umbian dengan jumlah kalori yang sama lebih sedikit daripada
padi. Selain itu, persyaratan lahan dan irigasi yang diperlukan untuk
umbi-umbian jauh lebih mudah dari pada padi. Peluang untuk meningkatkan
produksi umbi-umbian jauh lebih mudah dan lebih besar daripada perluasan sawah
untuk meningkatkan produksi padi.
Contoh umbi lain yang memiliki potensi yaitu
gembili. Gembili merupakan jenis umbi yang memiliki karbohidrat yang cukup
tinggi (31,30%). Tanaman ini mampu tumbuh baik di Indonesia. Bila ditepungkan
gembili dapat diolah menjadi berbagai olahan karena tepung gembili memiliki
karakteristik pendukung untuk dijadikan produk-produk seperti kue, roti dan
cookies. Keunggulan dari gembili adalah selain mengandung komponen yang
berperan sebagai bahan pangan juga mengandung senyawa bioaktif atau senyawa
fungsional. Gembili (Dioscorea esculenta
L) merupakan umbi dari keluarga Dioscoreacea
yang memiliki protein simpanan bernama Dioscorin yang dapat menghambat
enzim pengubah angiotensin yang dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan
meningkatkan aliran darah ginjal dan menurunkan tekanan darah (Prabowo dkk.,
2014).
Umbi-umbian lokal selain memiliki
produktivitas yang tinggi juga memiliki kelebihan lain yaitu dari segi
kandungan gizi dan sifat fungsionalnya. Aneka umbi sebagai komoditas sumber
energi, kandungan gizi utamanya adalah karbohidrat. Khusus untuk ubijalar yang
mempunyai daging umbi berwarna kuning, oranye dan jingga mengandung karotenoid
(terutama beta karoten) 250-500 µg/100 g, sedangkan daging umbi berwarna ungu mengandung
antosianin. Tepung aneka umbi yang diproses melalui cara penyawutan mempunyai
kadar air 10-12%, kisaran kadar lemak, abu, protein dan karbohidrat
berturut-turut adalah 0.8-1.0%; 0.6-0.8%, 1.2-1.8% dan 85-88%. Keunggulan
tepung aneka umbi adalah kandungan serat pangan yang tinggi, yaitu 13-15%
terdiri atas serat pangan larut (4.5-5.5%) dan serat pangan tidak larut
(8.5-10.0%), dengan daya cerna pati in vitro rendah yaitu 50-65%. Pada umumnya
tepung aneka umbi memiliki indeks glikemik rendah dan pati resisten tinggi dan
kaya oligosakarida, sehingga dapat membantu dalam pencegahan primer timbulnya
penyakit degeneratif (Widowati, 2013).
Legum
atau kacang-kacangan lokal juga memiliki potensi dan prospek yang strategis
dalam pembuatan tepung komposit. Penambahan legum pada tepung komposit dapat
meningkatkan kandungan gizi dikarenakan tingginya kandungan protein yang
terdapat secara alami pada legum. Contohnya koro-koroan yang memiliki kadar
protein yang cukup tinggi.
Selain memiliki protein yang tinggi koro juga
memiliki peran penting dalam mengatasi lahan kritis, karena dapat tumbuh secara
produktif di daerah yang memiliki tanah kurang subur dan kering (Kanetro dan
Hastuti, 2002). Biji koro juga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi misal
pada jenis koro benguk memiliki aktivitas antioksidan sebesar 74,10 % (Pramita,
2008). Berbagai potensi ini harusnya kita manfaatkan secara maksimal agar terciptalah ketahanan pangan nasional. Salah satunya ialah dengan pembuatan tepung komposit, agar Indonesia tidak tergantung pada impor gandum setiap tahunnya. Umbi dan legum lokal ini juga berpotensi dalam pembuatan beras analog, sehingga ketergantungan akan padi dapat dikurangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar